Kesempatan Mengungkapkan Pendapat
Sekolah di Australia memiliki kelas
dengan ukuran yang lebih kecil dari Indonesia (paling banyak 30 murid). Ukuran
kelas tersebut memungkinkan murid untuk aktif mengungkapkan pendapat dan
berkreasi. Anak-anak bermasalahpun mendapat education assistant sehingga
guru tetap bisa memperhatikan setiap anak di kelas dengan baik.
Sekolah Indonesia rata-rata memiliki
antara 30-45 murid di setiap kelas. Hal ini membuat murid-murid Indonesia
mendapat kesempatan mengungkapkan pendapat yang lebih kecil dibanding dengan
murid-murid Australia. Tidak cukup waktu untuk mendengarkan pendapat setiap
murid karena terlalu banyak murid. Tidak ada education assistant untuk
murid yang bermasalah, jadi mungkin sekali bahwa ada murid yang merasa tidak
diperhatikan karena guru memperhatikan murid yang lain.
Ujian yang Menentukan Naik Kelas
atau Tidak
Di Indonesia, ada ujian setiap
semester, setiap tahun, dan untuk kelas-kelas tertentu ada ujian nasional.
Hasil ujian ini sangat menentukan apakah mereka akan naik kelas dan tinggal
kelas. Di Australia ada ujian pula, namun anak-anak akan tetap naik kelas
bagaimanapun hasil ujian mereka. Perbedaan sifat ujian ini mempengaruhi sikap
murid di sekolah.
Di Indonesia, guru-guru tidak bisa
mengabaikan ujian sehingga mereka berusaha mengajarkan apa yang akan diujikan
kepada murid. Murid-murid Indonesia akan lebih serius dan mudah diatur untuk
belajar karena kalau tidak belajar mereka akan gagal ujian. Dan apabila gagal
ujian, mereka tidak naik kelas dan mereka akan malu sendiri. Sanksi sosial tidak
naik kelas menurut saya cukup berat. Murid yang tidak naik kelas akan
kehilangan teman-teman kelasnya (karena teman-temannya naik ke tingkat yang
lebih tinggi sedangkan dia tidak) dan dianggap bodoh oleh lingkungan sosialnya.
Oleh karena itu murid-murid akan benar-benar berusaha untuk naik kelas.
Di Australia meskipun ada tes,
anak-anak tidak belajar pun tidak menjadi masalah, karena jika gagal mereka
tetap naik kelas. Ini membuat murid-murid Australia lebih santai dan lebih
susah diatur.
Kehidupan di Luar Sekolah
Pekerjaan Rumah (PR)
Di Indonesia, guru-guru memberikan
pekerjaan rumah dan tugas kelompok. Keadaan ini membuat murid-murid Indonesia
menyediakan waktu 1-3 jam setiap harinya untuk membuat PR atau tugas kelompok.
Sedangkan di Australia guru-guru berusaha untuk tidak memberikan PR. Semua
pekerjaan diselesaikan di sekolah, sehingga remaja Australia mempunyai lebih
banyak waktu untuk beristirahat atau bermain.
Kegiatan Ekstrakurikuler
Di sekolah Indonesia, ada banyak
kegiatan ekstrakurikuler dimana murid diwajibkan memilih satu kegiatan.
Kegiatan yang didampingi guru ini biasa dimulai sepulang sekolah dan
berlangsung kurang lebih 1.5 jam. Karena itu, murid-murid yang aktif bisa
berada di sekolah dari pukul 7 pagi sampai pukul 4 sore. Mereka tidak punya
banyak waktu luang untuk bermain karena sepulang sekolah mungkin PR sudah
menunggu untuk dikerjakan. Sedangkan di Australia, murid-murid tidak tinggal di
sekolah setelah pelajaran selesai. Mereka harus pulang ke rumah atau mencari
kegiatan sendiri.
Les/ Tutorial
Masih berkaitan dengan ujian yang
dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting, murid-murid Indonesia yang merasa
kurang mampu memahami pelajaran pergi belajar tambahan di sore hari di
lembaga-lembaga. Ada pula yang memilih memanggil tutor datang ke rumah.
Kesimpulan yang dapat saya tarik
dari keadaan-keadaan di atas adalah waktu luang murid-murid Indonesia lebih
terbatas dibandingkan dengan murid-murid Australia. Selebih itu, kegiatan
mereka sama seperti yang dilakukan remaja di seluruh dunia. Sebagian suka
berolahraga, sebagian suka menekuni musik, sebagian suka bermain PS sebagian
suka membaca buku dan lain-lain.
Marketing dan Publikasi
Australia berpeluang besar dalam
keleluasaan ruang yang dapat dipakai untuk publikasi dan kegiatan marketing.Sedangkan
Indonesia terkalahkan dalam hal pemasaran, sehingga nilai produk ekspor tidak
setinggi di Australia dan jaringan pasar pun tidak kuat.
Pendapatan per kapita
Indonesia mempunyai wilayah yang
luas dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa, namun hanya memiliki pendapatan per
kapita US$1.300 per orang. Sedangkan Australia dengan jumlah penduduk hanya
20-21 juta orang memiliki pendapatan per kapita US$28 ribu per orang.
Kebudayaan, Etika Bisnis dan Gaya
Komunikasi
Australia memiliki banyak wilayah
dengan budaya yang berbeda-beda. Warganya yang cenderung lebih tenang
dan bersahaja. Sedangkan Indonesia walaupun terdiri dari berbagai kebudayaan,
dengan wajah ramahnya menggunakan bahasa nasional (bahasa Indonesia) dan bahasa
internasional yang mudah dimengerti pada berbagai pertemuan bisnis.