Pernahkah kamu merasa tertarik pada seseorang, tetapi setiap inci dari eksistensimu yang berpijak di dunia fana ini menjerit bahwa kamu telah memilih orang, atau waktu yang salah?
Tapi kamu tidak akan pernah bisa menghentikan perasaan semacam itu, meskipun tak terbalas sekalipun. Lalu kamu bertanya-tanya mengapa kamu menimpakan kesengsaraan semacam itu kepada dirimu sendiri, hanya untuk kemudian terisak dan mengeluh bahwa semua ini di luar kendalimu.
Setiap kali kalian beradu tatap sedetik lebih lama dari biasa, kamu mulai berspekulasi bahwa dia memiliki perasaan yang sama; kemudian tenggorokanmu tercekat oleh sesak yang sebelumnya tidak ada.
Perbendaharaan katamu mendadak mengecewakanmu, mereka terlalu tidak memadai untuk mengungkapkan kebenaran yang ingin kamu utarakan.
Memang benar apa yang mereka katakan, bahwa sesekali kita harus berhenti melihat detail-detail sepele dan mungkin kamu akan menemukan bahwa yang kamu cari ada disana; di tempat yang paling tidak mungkin, tepat di depan matamu dan bahkan terkadang menyeruak ketika kamu tidak mengharapkannya. Namun meskipun keinginanmu mendadak muncul, bukan berarti itu ada untuk kamu raih, dan ini adalah kenyataan pahit lain yang harus ditelan. Sanggupkah kamu memelihara perasaan yang tidak disengaja tumbuh, kemudian membunuhnya sebelum bahkan ia sempat berkembang?
Saat ini, hei, saat ini semua badai itu menerpaku. Di kulitku, mereka melihat cahaya, sukacita dan tawa. Sedang hatiku, oh segenap hatiku yang rapuh, sedang berputar dan membengkak dan melebam, mencoba untuk membuat kehadiran rasa yang baru itu meledak, membuncah di wajahku, mengumumkannya kepada dunia. KEPADA DIA. Hasrat sejati hatiku membakar seperti api, menguasai dan menghancurkan semua yang ada di hadapannya, dan meninggalkan tiada apapun terkecuali debu.
Setiap hari pikiranku bersumpah membunuh rasa-rasa yang menjadi kolera di seluruh permukaan cecap amigdala, kemudian semua tergerus menjadi abu, hanya untuk kemudian bangkit kembali menjadi api yang menghantui mimpi dan menggoda kesadaran moral yang sampai kapan pun akan membeban. Pemandangan, suara dan bau; selamanya terukir di inti nyala api, menjadi sesuatu yang tak terpadamkan. Hati, jiwa, pikiranku, segenap inti kehidupanku menahan, tercekik; terperangkap oleh duri gelap emosi berbalas kekal.
Jiwaku menjadi hitam, sebentuk cara baru untuk mengharubiru.
0 komentar:
Posting Komentar